Perbedaan Pemilu 2014 dengan Pemilu 2019

Rabu, 17 April 2019 akan menjadi babak baru bagi Indonesia dalam menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu). Lebih dari 192 juta pemilih baik di dalam negeri atau luar negeri untuk pertama kalinya akan memilih secara serentak capres-cawapres (Pilpres) dan calon anggota legislatif (Pileg).


Dengan adanya keserentakan, Pemilu tahun 2019 memiliki beberapa perbedaan dengan Pemilu tahun 2014. Mulai dari penyelenggaraan, jumlah parpol peserta pemilu, hingga metode penghitungan suara parpol. Perbedaan itu ditandakan dengan digabungkannya UU Pileg, UU Pilpres, dan UU Penyelenggaraan Pemilu menjadi hanya UU Pemilu. Adapun perbedaannya antara lain:

1. Pileg dan Pilpres Digelar Serentak

Perbedaan mendasar dari penyelenggaraan Pemilu tahun 2019 yakni keserentakan. Pada tahun 2014, Pileg dan Pilpres diselenggarakan secara
terpisah. Saat itu, Pileg digelar lebih dahulu pada 9 April 2014, sedangkan Pilpres diselenggarakan 3 bulan setelahnya atau pada 9 Juli 2014.

Pada Pemilu tahun 2019, Pileg dan Pilpres akan digelar secara serentak dalam satu hari pada Rabu, 17 April 2019. Pemilu secara serentak ini dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam gugatan nomor 14/PUU-XI/2013 yang diputus pada 23 Januari 2014.

MK atau Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2), serta Pasal 112 UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres yang mengatur pelaksanaan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tiga bulan setelah pelaksanaan Pemilihan Legislatif alias tidak serentak.

Dengan penyelenggaraan Pemilu serentak 2019, nantinya para pemilih akan diberikan 5 (lima) jenis surat suara untuk dicoblos. Lima jenis surat suara itu untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi, serta anggota DPRD kabupaten/kota.

2. Jumlah Parpol Bertambah

Jumlah partai politik (parpol) yang berlaga di Pemilu 2019 dibandingkan Pemilu 2014 juga berbeda. Pada Pemilu 2014 lalu, pemilu diikuti oleh 12 parpol nasional dan 3 parpol lokal Aceh.

12 parpol nasional yakni Partai NasDem, PKB, PKS, PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, PPP, Partai Hanura, PBB, PKP Indonesia. Sedangkan, 3 parpol lokal Aceh yakni Partai Damai Aceh, Partai Nasional Aceh, dan Partai Aceh.

Pada Pemilu 2019 diikuti oleh 16 partai politik nasional ditambah 4 partai politik lokal di Aceh. Tambahan empat parpol di tingkat nasional itu merupakan parpol baru yakni Partai Garuda, Partai Berkarya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan Partai Perindo. Sementara itu parpol lokal Aceh yang bertahan ikut Pemilu 2019 hanya Partai Aceh, tiga lainnya merupakan parpol baru yakni Partai SIRA, Partai Daerah Aceh, dan Partai Nangroe Aceh.

3. Tata Cara Pengusulan Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden

Ambang batas syarat parpol bisa mengusung capres-cawapres pada Pemilu 2019 juga menjadi sesuatu yang baru. Pada Pemilu 2014, ambang batas pengusulan menggunakan hasil Pileg 2014 yang diselenggarakan tiga bulan sebelum pelaksanaan Pilpres pada tahun yang sama. Ketentuannya parpol
atau koalisi parpol bisa mengusung capres-cawapres apabila memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional.

Sedangkan pada Pemilu 2019, karena penyelenggaraannya serentak, ambang batas yang digunakan berasal dari hasil Pileg 2014. Besaran ambang batas tidak berubah dari Pemilu 2014.

4. Ambang Batas Parlemen Naik Jadi 4 Persen

Pada Pemilu 2019, persaingan parpol untuk lolos ke DPR menjadi lebih ketat. Ambang batas parlemen yang harus dicapai parpol untuk menempatkan kadernya di DPR naik menjadi 4 persen. Angka itu naik 0,5 persen apabila dibandingkan pada Pileg 2014 sebesar 3,5 persen.

Angka ambang batas parlemen selalu naik di setiap pemilu. Pada Pileg 2004 belum ada ketentuan ambang batas parlemen, ketentuan itu baru digunakan pada Pileg 2009 sebesar 2,5 persen dan selanjutnya 3,5 persen pada Pileg 2014. Salah satu tujuan digunakannya ambang batas parlemen yakni untuk menciptakan sistem multipartai yang sederhana.

5. Metode Penghitungan Jumlah Kursi

Metode penghitungan jumlah kursi pada Pemilu 2019 juga berbeda dengan Pemilu 2014. Jika Pemilu 2014 memakai metode BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) atau Quote Harre dalam menentukan jumlah kursi, maka pemilu kali ini akan menggunakan teknik Sainte Lague untuk menghitung suara.

Metode tersebut diperkenalkan oleh seorang matematikawan asal Perancis bernama Andre Sainte Lague pada tahun 1910. Caranya, parpol yang memenuhi ambang batas parlemen empat persen suaranya akan dibagi dengan bilangan pembagi 1 yang diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3, 5, 7 dan seterusnya sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 415 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

6. Besaran Dana Kampanye

Dalam penyelenggaraan Pemilu 2019, juga ada perubahan yakni bertambahnya jumlah maksimal sumbangan dana kampanye. Pada pemilu 2014, sumbangan dari perseorangan maksimal Rp 1 miliar, sedangkan pada Pemilu 2019 dinaikkan menjadi Rp 2,5 miliar.

Sementara, sumbangan dari badan hukum atau korporasi pada Pemilu 2014 paling banyak Rp 7,5 miliar, tetapi pada Pemilu 2019 dinaikkan menjadi Rp 25 miliar. Aturan itu termaktub dalam Pasal 327 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

7. Penambahan Dapil dan Kursi

Daerah pemilihan (dapil) yang akan menjadi area bagi para caleg untuk berebut kursi DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota pada Pemilu 2019 juga berubah. Jumlah dapil pada Pemilu 2019 meningkat dibandingkan jumlah dapil pada Pemilu 2014.

Dalam Pemilu 2019, KPU menetapkan 80 dapil di seluruh Indonesia untuk anggota DPR. Jumlah itu meningkat dari Pemilu 2014 lalu yang hanya 77 dapil di seluruh Indonesia. Penambahan dapil itu terjadi di tiga wilayah yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, dan Nusa Tenggara Barat.

Adanya penambahan dapil otomatis juga menambah jumlah kursi DPR yang akan diperebutkan oleh para caleg. Pada Pemilu 2019 mendatang, ada 575 kursi yang tersedia dan akan diperebutkan. Sementara pada Pemilu 2014, kursi di DPR yang diperebutkan yakni 560.

Perubahan dapil dan kursi tidak hanya di tingkat DPR. Jumlah dapil untuk perebutan kursi DPRD Provinsi juga berubah. Pada Pemilu 2019, jumlah dapil yang ditetapkan KPU yakni 272 dapil, naik dari Pemilu 2014 yang hanya 259 dapil.

Sumber:
Modul Relawan Demokrasi Kalimantan Timur
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Perbedaan Pemilu 2014 dengan Pemilu 2019"

 
Template By Kunci Dunia
Back To Top